Thursday, January 17, 2013

ETIKA MERAIH REJEKI

Oleh : Drs. H. Abu Ahmad Zaenal Abidin

Sesungguhnya kita hidup pada zaman yang banyak fitnah, tantangan dan cobaan. Musuh-musuh Islam terus berusaha memporak-porandakan barisan kaum muslimin dengan berbagai cara dan melalui media yang dimilikinya.

Masalah rezeki merupakan salah satu perkara yang banyak menyita pematian manusia, sehingga ada sebagian yang menjadi budak dunia. Bahkan lebih parah lagisejumlah besarumat Islam memandang bahwa berpegang dengan ajaran Islam akan menyempitkan peluang dalam mengais rezeki.

Ada sejumlah orang yang masih mau menjaga sebagian kewajiban syariat islam, tetapi mereka mengira bahwa jika ingin mendapat kemudahan di bidang materi dan kemapanan ekonomi, hendaknya menutup mata dari sebagian aturan Islam, terutama berkenaan dengan etika bisnis dan hukum halal haram. Padahal Sang Khalik mensyariatkan agamaNya bukan hanya sebagai petunjuk bagi umat manusia dalam perkara akhirat saja, tetapi sekaligus menjadi pedoman sukses di dunia juga, seperti doa yang sering dipanjatkan Rasulullah : Wahai Rabb kami, karuniakanlah kepada kami kebaikan di dunia dan di akhirat danjagalah kami dari siksa apineraka. (QS Al Baqarah:201).

Islam tidak membiarkan seorang muslim kebingungan dalam berusaha mencari nafkah. Islam telah memberikan solusi tuntas dan mengajarkan etika cara sukses mengais rezeki, membukakan pintu kemakmuran dan keberkahan. Kegiatan usaha dalam kaca mata Islam memiliki kode etik dan aturan, jauh dari sifat tamak dan serakah, sehingga mampu membentuk sebuah usaha yang menjadi pondasi masyarakat madani.


PUJIAN KEPADA ORANG YANG MENCARI NAFKAH

Allah hanya menghalalkan usaha yang bersih dan mengharamkan usaha yang kotor, Seorang muslim tidak boleh menghalalkan segala cara dalam mengais rezeki, demi mengejar keuntungan semu yang memikat serta menggiurkan. Harta yang bersih dan halal sangat berpengaruh positif pada gaya hidup dan perilaku manusia, bahkan menentukan diterimanya ibadah dan terkabulnya doa. Rasululiah bersabda (artinya): W a h a i, manusia! Sesungguhnya Allah Maha Baik, tidak menerima kecuali yang balk. Dan sesungguhnya Allah memerintahkan kepada orang-orang beriman seperti 'memerintahkan kepada para utusanNya, maka Allah berfirman: Hai rasul-rasul, makanlah dari makanan yang baik-baik, dan kerjakanlah amal yang shalih.

Sesungguhnya Aku Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan. (QS AI Mukminun: 51). Dan Allah berfirman (artinya): Hai orang-orang yang beriman, makanlah di antara rezeki yang balk - balk, yang Kamiberikan kepadamu dan bersyukurlah kepada Allah, jika benar-benar hanya kepada Allah kamu menyembah. (QSAI Baqarah : 172). Kemudian Beliau menceritakan kisah seseorang yang sedang bepergian sangat jauh, berpakaian Compang-camping, berambut kusut, mengangkat tangan ke atas langit tinggi-tinggi dan berdoa: "Ya, Rabbi! Ya, Rabbi!" sementara makanannya haram, minumannya haram, pakaiannya haram dan darah dagingnya tumbuh dari yang haram; maka bagaimana mungkin doanya terkabul?

Berlomba secara sehat dalam mengais rezeki tidak tercela, asalkan dengan menempuh cara yang benar dan usaha yang halal. Bahkan beribadah sambil berusaha pun diperbolehkan, Allah berfirman (artinya): Tidak ada dosa bagimu mencari karunia (rezeki hasil pemiagaan) dari Rabb-mu. Maka apabila kamu telah bertolakdari 'Arafah, berdzikirlah kepada Allah diMasy'aril Haram. Dan berdzikirlah (dengan menyebut) Allah sebagaimana yang ditunjukkanNya kamu sebelum itu benar-benar termasuk orang -orang yang sesat (QS Al Baqarah: 198) .

Abu Umar Ibnu Abdul Bar berkata: "Setiap harta yang tidak menopang ibadah kepadaAllah, dan dikonsumsi untuk kepentingan maksiat serta mendatangkan murka Allah, tidak dimanfaatkan untuk rnenunaikan hak Allah dan kewajiban agama, maka harta tersebut tercela. Adapun harta yang diperoleh lewat usaha yang benar sementara hak-hak harta ditunaikan secara sempurna, dibelanjakan di jalan kebaikan untuk meraih ridha Allah, maka harta tersebut sangat terpuji".

Allah berfirman (artinya): Sesungguhnya Kami telah menempatkan kamu sekalian di muka bumi dan Kami adakanbagimu di muka bumi itu (sumber) penghidupan. Amat sedikitlah kamu bersyukur. (QS AI A'raaf:10). Ibnu Katsir berkata: "Allah mengingatkan kepada seluruh umat manusia tentang karuniaNya berupa -kehidupan yang mapan di muka bumi, dilengkapi dengan gunung-gunung yang terpancang kokoh, sungai-sungai yang mengalir indah, dan tanah yang siap didirikan tempat tinggal dan rumah hunian, serta Allah menurunkan air hujan berasal dari awan. Dan Allah juga memudahkan kepada mereka untuk mengais rezeki dan membuka peluang maisyah (penghidupan) dengan berbagai macam usaha, bisnis dan niaga; namun sedikit sekali mereka yang mau bersyukur"

Allah ".berfirman (artinya)^ Apabila telah ditunaikan shalat, maka bertebaranlah kamu di muka bumi; dan car/Yah karunia Allah dan ingatlah Allah banyak-banyak supaya kamu beruntung. (QSAI Jumu'ah:10).

Tentang makna firman Allah "maka bertebaranlah kamu di muka bumi; dan carilah karunia Allah" Imam Al Qurthubi menjelaskan : "Apabila kalian telah menunaikan shalat Jum'at, maka bertebaranlah kamu di muka bumi -untuk berdagang, herusaha dan memenuhi berbagai kebutuhan hidupmu". Nabi juga pernah mengatakan kepada Sa'ad bin Abi Waqqas: "Sesungguhnya bila kamu meninggalkan ahli warismu dalam keadaan berkecukupan, (itu) lebih balk dahpada kamu meninggalkan mereka dalam kekurangan menjadi beban orang lain"

Dari Ayyub, bahwa Abu Qilabah berkata: "Dunia tidak akan merusakmu selagi kamu masih tetap bersyukur kepada Allah," maka Ayyub berkata bahwa Abu Qilabah berkata kepadaku: "Wahai, Ayyub! Perhatikan urusan pasarmu dengan baik, karena hidup berkecukupan termasuk bagian dari sehat wal afiat".

Yusuf bin Asbath berkata, bahwa Sufyan Ats Tsauri berkata kepadaku: "Aku meninggalkan harta kekayaan sepuluh ribu dirham yang nanti dihisab oleh Allah, lebih aku cintai daripada aku hidup meminta-minta-dan menjadi beban orang lain. Beberapa atsar (riwayat) dari para ulama mulia di atas, menepis anggapan bahwa mencari nafkah dengan cara yang benar agar hidup mandiri dan tidak menjadi beban orang lain merupakan cinta dunia yang menodai sikap kezuhudan. Padahal tidaklah demlkian. Abu Darda' berkata: "Termasuk tanda pemahaman seseorang terhadap agamanya, adanya kemauan untuk mengurUsi nafkah rumah tangganya".

No comments: