Tuesday, January 8, 2013

HIDAYAH HANYA MILIK ALLAH SWT

"Sesungguhnya engkau (Muhammad) tidak akan dapat memberi hidayah (petunjuk) kepada orang yang kau kasihi, tetapi Allah memberi hidayah kepada orang yang Dia kehendaki, dan Allah lebih mengetahui orang-orang yang mau menerima petunjuk". Sebab turunnya ayat ini berkaitan dengan meninggalnya Abu Thalib dalam keadaan tetap memeluk agama Abdul Muthalib (musyrik).

Hal ini sebagaimana ditunjukan hadis yang diriwayatkan dalam Shahih Bukhari dan Shahili Muslim, dari Ibnu A. Musayyab, bahwa bapaknya (Al Musayyab) berkata: "Tatkala Abu Thalib akan meninggal, Rasulullah SAW bergegas mendatanginya. Dan saat itu, Abdullah bin Abu Umayyah serta Abu Jahal berada di sisinya. Beliau SAW. Berkata kepadanya: "Wahai pamanku, ucapkanlah Laa ilaaha illallah, suatu kalimat yang dapat aku jadikan pembelaan untukmu di hadapan Allah." Akan tetapi, Abdullah membenci agama Abdul Muthalib? " Lalu Nabi SAW mengulangi sabdanya lagi.

Namun mereka berdua pun mengulang kata-katanya itu. Maka akbir kata yang diucapkannya, bahwa dia masih tetap di atas agama Abdul Muthalib dan enggan mengucapkan Laa ilaaha illallah. Kemudian Nabi SAW bersabda, "Sungguh, akan aku mintakan ampunan untukmu, selama aku tidak dilarang?"

Lalu Allah SWT menurunkan firman Nya: "Tiadalah sepatutnya bagi Nabi dan orang-orang yang beriman memintakan ampun (kepada Allah SWT) bagi orang-orang musyrik walaupun orang-orang musyrik itu adalah kaum kerabatnya, sesudah jelas bagi mereka bahwa orang-orang musyrik itu adalah penghuni neraka Jahannam. " (QS.AtTaubah:113).

Adapun mengenai Abu Thalib, Allah SWT. ber firman: "Sesungguhnya kamu tidak akan dapat member hidayah kepada orang-orang yang kamu kasihi, tetapi Allah memberi hidayah kepada orangyang Dia kehendaki,..." (QS.A1 Qashash:56) Dari firman Allah SWT dan hadits Rasulullah SAW di atas, dapat dipetik beberapa manfaat dan pelajaran yaitu :



Pertama. Dalam kitab At Tamhid LI Syarh , Syaikli SlialiK bin Abdul Aziz Alu Asy Syaikh berkata, "Hidayah yang dinyatakan oleh Allah SWT bahwa Rasulullah SAW tidak bisa memberikan ialah hidayah taufik, ilham dan bantuan yang khusus. Hidayah inilah yang disebut oleh ulama sebagai hidayah at taufiq wal ilham. Yaitu, Allah SWT menjadikan dalam hati seorang hamba kemudahan secara khusus untuk menerima petunjuk, sebuah bantuan kemudahan yang tidak diberikan kepada orang selainnya. Jadi, hidayah taufik ini secara khusus diberikan Allah kepada orang yang Dia kehendaki, dan pengaruhnya orang tersebut akan menerima petunjuk dan berusaha meraihnya. Oleh karena itu, mernasukkan hidayah ini ke dalam hati seseorang bukanlah tugas Rasulullah SAW. Sebab hati hamba berada di tangan Allah SWT. Dia yang membolak balikkannya sesuai dengan kehendakNya. Sehingga orang yang paling Beliau cintai sekalipun, tidak mampu

Beliau jadikan menjadi seorang muslim yang rnau menerima petunjuk". Meskipun Abu Thalib raerupakan kerabat Nabi yang banyak beijasa kepadanya, namun Beliau tidak mampu memberinya hidayah taufik.

Adapun jenis hidayah yang kedua, berkaitan dengan hamba yang mukallaf, yaitu hidayah addilalah wal irsyad (memberi penjelasan dan bimbingan). Allah menetapkan jenis hidayah ini ditetapkan pada Nabi SAW secara khusus, seluruh nabi dan rasul, dan setiap dai yang menyeru manusia kepada Allah.

Dan Allah SWT berfirman tentang Nabi Muhammad SAW: "Dan sesungguhnya engkau (Muhammad) benar-benar memberi hidayah kepada jalan yang lurus, (yaitu) jalan Allah.,..'" (QS. Asy Syura:52-53) ' Berdasarkan ayat ini diketahui, bahwa petunjuk semacam ini tidak terdapat pada diri Nabi SAW apalagi orang selain beliau. Orang-orang yang mengaku memiliki petunjuk ini, misalnya para tokoh sufi dan semacamnya yang mengaku dapat memasuki hati murid-muridnya, dapat mengetahui isinya, serta dapat mengendalikan sesuai keinginarmya, maka semua itu merupakan kedustaan dan penyesatan. Orang yang mempercayai klaim seperti ini, berarti ia sesat dan menganggap Allah dan RasulNya dusta.

Kedua, berkenaan dengan tafsir surat At Taubah ayat 113, Syaikh Abdurrahman bin Hasan AIu Asy Syaik berkata: 'Artinya memintakan ampunan untuk orang musyrik, tidaklah pantas dilakukan para Nabi.' Ini adalah kalimat yang bentuknya khabar (berita), yang mengandung pengertian larangan. Sebagaimana ucapan Rasulullah SAW kepada pamannya Abu Thalib (sungguh, akan aku mintakan ampunan untukmu selama hal itu tidak dilarang).

Dan ternyata Allah SWT melarang, bahkan sekalipun kaum kerabataya sendiri ataupun orang-orang yang niereka kasihi. Karena itulah, tatkala Rasulullah SAW melakukan umrah lalu melewati kuburan ibunya. Beliau SAWmeminta ijin kepada Allah untuk memintakan ampunan kepada ibunya, namun Allah tidak mengijinkannya. Lalu Beliau meminta ijin untuk menziarahinya, maka Allah pun mengijinkannya. Maka Beliau pun menziarahinya untuk mengambil pelajaran.

Ketiga, sebuah masalah sangat penting lainnya yaitu tentang penafsiran sabda Nabi SAW "Ucapkanlah la ilaaha illallaah, berbeda dengan yang dipahami oleh orang-orang yang mengaku berilmu.

Syaikh Muhammad Hamid Al Faqi berkata: "Banyak orang mengaku berilmu, tetapi tidak mengerti makna kalimat "la ilaaha illallaah", sehingga setiap orang yang mengucapkan kalimat itu, dianggapnya telah Islam, meskipun nyata-nyata melakukan kekufuran. Misalnya, dengan beribadah kepada kuburan, kepada orang-orang yang sudah mati, kepada berhala-berhala, rnenghalalkan yang jelas-jelas diharamkan agama, memutuskan perkara dengan landasan selain yang telah diturankan Allah, dan sebagainya.

Seandainya mereka memiliki hati untuk memahami kalimat itu, tentu mereka akan mengetahui, maka kalimat la ilaha illailah ialah berlepas diri dari ibadah kepada selain Allah dan memenuhi perjanjian dengan melaksanakan hak Allah dalam peribadatan. Ini ditunjukkan oleh finnan Allah: "Barang siapa yang kufur terhadap thagut dan beriman kepada Allah maka ia telah berpegang teguh dengan tali yang amat kuat. "(QS Al Baqarah:256)

Oleh: Abu Nida' Chomsaha Sofwan Lc.

No comments: